……..Jika hakikat segala sesuatu telah tersingkap, Maka Nabi, yang diberkati ketajaman mata hati, yang disinari dan menyinari tak akan pernah mengajukan permohonan ini, ” Yaa Tuhan, tunjukkan pada kami segala sesuatu sebagaimana hakikatnya yang tersembunyi”…….
Jalaludin Rumi.
Seringkali manusia beranggapan bahwa apa yang ia lihat adalah sesuatu yang nyata. Mata sebagai orang yang dianggap paling virtal bagi manusia, diyakini sebagai penerima kebenaran hakiki. Orang akan yakin bahwa saudaranya pencuri ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri ketika saudarnya sendiri mencuri.
Dari satu perspektif mungkin benar apa yang dikatakan orang. Namun dari perspektif yang lain mungkin akan salah. Seringkali kita mesti tertipu dengan bayang – bayang benda yang muncul akibat cahaya matahari ataupun sorot lampu. Kita melihat bayang bayang itu diam, akan tetapi ia berjalan ( Al – Ghazali ). Ini menunjukkan bahwa sebuah kebenaran yang muncul dari satu pandangan belum tentu benar menurut pandangan yang lain. Apa yang dilihat mata benar, belum tentu benar menurut pandangan yang lain ( hati). Mata hanya mampu melihat dan memandang hal – hal yang tampak dan bersifat lahir, namun ia takkan mampu menyingkap hakikat dari sesuatu itu sendiri.
Lantas, apakah hakikat itu ? Hakikat adalah makna yang tersimpan, realitas yang tersembunyi. Sedangkan apa yang terlihat dan tampak adalah bentuk ( Jalan cinta sang sufi, William C. chittick ). Bayang – bayang adalah bentuk sedangkan matahari adalah makna. Bayang – bayang ada karena adanya matahari yang memancarkan sinarnya kearah benda hingga terbentuklah baying-bayang. Seandainya matahari tidak ada , niscaya bayang – bayang ada.
Dunia semesta dengan segala keindahan yang ada di dalamnya bukanlah sebuah realitas sejati. Ia adalah realitas semua.sebagaimana yang disebutkan dalam Al Qur’an :” Dan tiadalah kehidupan dunia itu, melainkan perhiasan yang menipu.”
Hidup didunia mmerupakan sebuah ujian bagi manusia. Sedangkan hidup diakhirat itulah hidup yang sejati. Sebagai tempat ujian, sudah pasti dunia akan dihiasi dengan berbagai hal yang bisa menggiurkan hati setiap orang, hingga pada akhirnya banyak yang tergelincir dan jatuh dalam tipuannya. Tak jarang kita dapati orang – orang yang karena ingin kepuasan nafsunya rela mengorbankan orang lain, sahabat, saudara bahkan keluarganya sendiri. Hal ini terjadi karena mereka tertipu dengan apa yang mereka lihat. Tertipu dengan keindahan semu yang tampak dalam pandangan kasat mata mereka.
Untuk mendapatkan kehidupan yang sejati dan hakiki, tak ada kesempatan bersenang-senang dan berfoya- foya didunia. Dunia adalah tempat ujian, maka tidak mungkin kebahagiaan dan kesenangan terdapat didalanmya, kecuali kebahagiaan yang bersifat semu belaka. Hal ini senada dengan apa yang disebutkan dalam sebuah hadits, “ Dunia adalah penjara bagi orang - orang mukmin dan surga bagi orang – orang kafir” ( Al-hadits ).
Keinginan untuk mencapai kebahagiaan hakiki, mengharuskan seseorang untuk rela berkorban, rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk berbadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT, Tuhan yang kepadaNYA segala sesuatu bergantung. Tanpa usaha yang sungguh – sungguh mustahil kebahagiaan hakiki akan tercapai.
Lebih dalam lagi, ketika kita menyingkap hakikat sejati, maka segala sesuatu yang ada dan tampak ataupun tidak didunia ini selain Tuhan adalah semu belaka. Semua hanyalah bentuk-bentuk yang diciptakan dan diadakan. Hakikatnya adalah Allah, Tuhan itu sendiri. Manusia ada karena diadakan, dunia ada karena diadakan Begitu juga gunung, lautan, daratan, hewan, jin serta segala macam tumbuhan. Segalanya ada karena diadakan oleh Sang Khaliq. Oleh karena adanya mereka adalah semu belaka. Semuanya adalah bentuk-bentuk, sedang maknanya adalah Allah, Sang Khaliq yang menciptakan dan tidak diciptakan.Hal ini senada dengan makna sebuah riwayat yang menyebutkan : “ Aku adalah perbendaraan yang tersimpan, maka Aku ingin dikenal, akan kuciptakanlah makhluq.Sehubungan dengan hal ini maka seseorang yang menginginkan untuk menyingkap dan memahami rahasia yang tersimpan dibalik alam ini, harus melakukan usaha - usaha yang dapat mendekatkannya pada Tuhan . Proses menuju penyingkapan ini dalam dunia tasawuf dikenal dengan mujahadah.
Mujahadah adalah upaya bersungguh – sungguh di dalam memerangi hawa nafsu “ bukan berarti membunuh dan mematikan nafsu “ agar sadar dan kembali pada naungan Ilahi. Berkaitan dengan masalah mujahadah ini “ulama’ besar abad pertengahan , hujjatul islam Syaikh Imam Ghazali menyatakan dalam kitab karangannya yang monumental “ Ihya’ ‘Ulumiddin” dengan dawuhnya : “ Mujahadah adalah kunci hidayah, tidak ada kunci untuk meraih hidayah kecuali dengan mujahadah.”
Seorang salik yang ingin mendapatkan kesadaran hakiki pada Tuhan, haruslah menempuh jalan mujahadah ini. Dengan usaha yang sungguh – sungguh pasti Allah akan menyingkap sedikit demi sedikit rahasia yang tersimpan dalam kekuasaanNYA. Hal ini senada dengan sebuah hadits qudsi ;” Dan diantara hamba – hambaKU orang yang senantiasa mendekatkan diri kepadaKU dengan ibadah ibadah sunnah, maka ketika Aku sudah mencintainya, jadilah Aku penglihatannya ketika ia melihat, pendengarannya ketika ia mendengar, kaki ketika ia melangkah dan tangan yang dengannya ia memukul.” Allaahu A’lam Bishshawaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar