Jumat, 17 Februari 2012

Tafakkur Dalam Islam



Dalam islam, tafakkur mendapatkan posisi yang sangat penting dan mulia. Islam menganjurkan umatnya agar senantiasa bertafakkur dalam setiap langkahnya. Tafakkur dapat mengantarkan pelakunya sadar kepada Allah SWT Sang Pencipta alam semesta.
Kesadaran kepada Allah dengan sebenar benarnya merupakan impian setiap muslim sejati. Kesadaran kepada Allah tidak terbatas hanya pada pengertian terhadap sifat – sifat Allah dan pengetahuan yang bersifat ilmiah belaka. Akan tetapi kesadaran itu akan merasuk dalam tubuh setiap muslim sehingga sampai kepada relung hatinya dan berbuah pada amal shalih dan akhlak yang tercermin dalam setiap perbuatannya.
Allah SWT tidak hanya menilai seseorang dari lahiriahnya saja. Akan tetapi Allah juga melihat dari sisi bathiniyahnya. Bagaimana hati seseorang yang melakukan suatu amal. Apakah dalam melakukan amal tersebut ia benar – benar ikhlash karena Allah atau hanya sebatas menginginkan pamrih baik pamrih yang bersifat duniawi atau ukhrawi.
Kesadaran kepada Allah tidak mungkin dicapai dengan kita mempelajari ilmu belaka. Dalam kehidupan sehari – hari kita banyak menemukan orang yang cerdas dan memiliki banyak pengetahuan. Akan tetapi disitu pula kita menjumpai mereka memiliki perangai dan perilaku yang jauh dari tuntunan syari’at serta norma – norma yang berlaku dalam kehidupan social masyarakat. Semakin banyak orang pandai, semakin banyak pula penyimpangan – penyimpangan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Muncullah pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa banyak orang pandai akan tetapi tidak mampu menggunakan kepandainnya untuk memberikan manfaat bagi umat dan masyarakat?
Penyimpangan – penyimapangan itu bisa terjadi oleh karena seseorang tafakkur terhadap kebesaran Allah. Seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi apabila senantiasa bertafakkur terhadap kekuasaan Allah pasti akan menyadari bahwa apa yang ia miliki hanyalah sebatas apa yang diberikan Allah kepadanya. Apa yang dia miliki tidaklah sebanding dengan kekuasaan Allah sehingga ia tidak akan berbuat sombong dengan apa yang dimilikinya.
Kebanyakan penyimpangan itu terjadi karena seseorang merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan disbanding yang lain. Rasa yang ada didalam hati ini yang kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal – hal yang menyimpang dan tidak sesuai dengan tuntutan syari’at.
Oleh karena itulah islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk bertafakkur. Tafakkur yang bisa mengantarkan pelakunya sadar kepada Allah SWT. Bahkan Allah SWT menilai kecendekiaan seseorang bukan hanya dari karya – karya ilmiahnya. Namun juga dari sejauh mana seseorang mau bertafakkur dan kemudian sejauh mana tafakkur tersebut mampu menghantarkannya kepada Allah SWT.
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 190 – 191, Allah SWT berfirman:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Artinya; “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, perbedaan siang dan malam benar – benar terdapat tanda – tanda kekuasaan Allah bagi Ulul Albab (orang yang berakal/intelektual). Yaitu mereka yang selalu ingat kepada Allah saat mereka berdiri, duduk dan berbaring serta selalu bertafakkur dalam penciptaan langit dan bumi. Kemudian mereka berkata;”Duhai Tuhan kami, tdaklah Engkau menciptakan ini dengan sia – sia. Maha Suci Engkau. Maka jagalah kami dari sikssa api neraka.” (Q.S. Ali Imran;190 – 191).
Demikianlah Allah SWT menyatakan didalam ayat diatas. Seseorang yang mendapat derajat “Ulul Albab”, adalah mereka yang selalu ingat kepada Allah SWT baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Selain itu mereka juga senantiasa bertafakkur dalam segala ciptaan Allah SWT di muka bumi ini. Mereka tidak pernah menganggap remeh terhadap ciptaan Allah SWT walaupun dalam hal – hal yang kebanyakan orang – orang bodoh menganggapnya remeh. Didalam al qur’an surat al baqarah ayat 29 Allah SWT berfirman;
إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِي أَنْ يَضْرِبَ مَثَلًا مَا بَعُوضَةً فَمَا فَوْقَهَا فَأَمَّا الَّذِينَ آَمَنُوا فَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَأَمَّا الَّذِينَ كَفَرُوا فَيَقُولُونَ مَاذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهَذَا مَثَلًا يُضِلُّ بِهِ كَثِيرًا وَيَهْدِي بِهِ كَثِيرًا وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ (26)
Artinya; “Sesungguhnya Allah tidak merasa malu untuk menciptakan perumpamaan seperti nyamuk dan yang lebih dari itu. Maka adapun orang – orang yang berimab maka mereka mengetahui bahwa sesungguhnya hal itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan adapun orang – orang kafir, maka mereka berkata;”apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Allah menyesatkan banyak orang dengan perumpamaan itu dan Ia menunjukkan banyak orang dengan perumpamaan itu. Dan tiadalah orang disesatkan dengan hal itu kecuali orang – orang fasik.” (Q.S. Ali Imron;26).
Seseorang yang memiliki derajat “Ulul Albab” yang disebut – sebut Allah SWT didalam ayat sucinya al qur’an akan senantiasa beriman dan percaya bahwa dibalik apa yang diciptakan Allah mengandung hikmah dan pelajaran. Mereka selalu bertafakkur seraya terus mengingat akan kekuasaan dan kebenaran Allah. Sehingga iman yang ada didalam hati mereka bertambah. Semakin banyak ilmu yang mereka miliki semakin bertambah iman dan khaufnya kepada Allah. Mereka selalu menggunakan ilmu mereka dalam kerangka untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Kesadaran kepada Allah Sang Pencipta alam dalam diri ulul albab lahir karena mereka selalu bertafakkur dan mengingat Allah. Tafakkur terhadap seluruh ciptaan Allah yang ada didunia ini. Karena pada hakikatnya terdapat tanda – tanda kekuasaan Allah disetiap ciptaanNya. Baik yang tampak atau yang tidak tampak.
Dalam sebuah riwayat ‘Atha’ menceritakan : “Suatu hari aku bersama Ubayd bin Umair pergi kerumah Aisyah R.A. Kamipun berbincang dan diantara kami ada hijab/penghalang. Aisyah R.A. berkata, ‘wahai Ubayd,mengapa engkau tidak mengunjungi kami?’Ubayd berkata,’yang menghalangiku adalah ucapan rasulullah SAW:’berkunjunglah jarang – jarang, maka hal itu akan menambah kecintaan’. Ibnu Umair kemudian berkata,’Tolong ceritakan kepada kami sesuatu yang paling mengagumkan dari kehidupan rasulullah SAW.’ Aisyah menangis sambil berkata,’Semua keadaannya sangatlah mengagumkan. Suatu saat beliau mendatangiku sehingga kulit beliau menyentuh kulitku. Kemudian beliau berkata, ‘Aisyah, izinkan aku menyembah Rabbi ‘Azza wa Jalla’. Kemudian beliau berwudlu dan shalat. Beliau menangis hingga janggut beliau basah. Kemudian beliaupun bersujud hingga tanah pun basah karena air mata beliau. Sesudah shalat, beliau tiduran miring sehingga bilal datang memberitahukan beliau tentang shalat shubuh. Bilal berkata, ‘Yaa Rasulallah, apakah yang membuat tuan menangis? Bukankah Allah telah mengampuni dosa – dosa tuan yang sudah lewat dan yang akan datang?’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Bagaimana aku tidak menangis wahai Bilal, sementara tadi malam turun ayat;
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190)
Kemudian beliau berkata; “Celakalah bagi siapa yang membacanya dan tidak bertafakkur dengan kandungan didalamnya.” (H.R. Ibnu Hibban)
Demikianlah pribadi rasulullah SAW yang sangat mengagumkan. Walaupun beliau telah diampuni segala dosanya baik yang sudah maupun yang akan datang, akan tetapi beliau senantiasa bertafakkur dan beribadah kepada Allah hingga menangis dihadapan Allah SWT. Lantas bagaimana dengan kita yang sama sekali tidak ada jaminan. Masihkah kita selalu membanggakan diri dan tidak mau bertafakkur akan kebesaran Allah. Tidak berpikir betapa kuasanya Allah SWT dan betapa banyaknya nikamat, karunia yang telah Ia berikan kepada kita dan kita justeru kufur terhadapnya.
Allahu A’lam…….
AL FATIHAH……….

3 komentar: